Hooliganpunk's Blog
Just another WordPress.com weblog

Mar
02

punk vs emo bagi saya tidak ada yang salah. begitu juga dengan metal vs emo, metal vs punk, rock vs pop….namanya vs (versus) bisa dalam banyak hal. mau bandingin musik, style, konsep, fanatisme, idealisme, semuanya sah-sah saja. tidak ada yang salah dengan itu. namanya versus, pasti perbedaan yang kita bicarakan…bukan lagi persamaan. perbedaan membuat semua menjadi bermakna. jika semuanya hanya satu jenis…that’s the matter. apa yang mesti dibandingkan dari sesuatu yang sama? useless….

klo mau dikolaborasikan pun bisa. tanya saja para musisi yang berjiwa besar dan anti pengkotakan musik alias labelling. tanya yang dari genre punk apakah mereka mau berkolaborasi dengan musisi dari genre emo dan sebaliknya. saya yakin mereka pasti mau asalkan memang tidak pernah memiliki masalah pribadi dan sentimentil terhadap lawan mainnya.

klo mencampurkan konsep punk dan emo dalam satu jenis musik, itu terserah musisinya saja. semua orang punya hak. mau diapain pun boleh yang penting tidak merugikan orang lain. yang menilai adalah publik. suka dan tidak suka, publik yang menentukan. layak tidak layak juga publik yang menentukan. eksprimen dan improvisasi sesuatu sangat diperlukan untuk menghasilkan hal yang baru dan lebih kreatif. genre musik tidak dipatenkan. jadi setiap orang bisa memodifikasinya. kalau yang memiliki fanatisme tinggi terhadap suatu genre tertentu menentang hal ini, maka pikirkan lagi apa yang anda sebut sebagai sebuah kebebasan dan perjuangan.

paling penting dalam bermusik adalah kebebasan berkarya. masalah suka dan tidak suka adalah hal yang pribadi dan relatif. jangan sampai selera bermusik/menikmati musik membatasi kebebasan anda/orang lain untuk berkarya.

by : Muhammad Rif’at Al-Razi, kelas 9A

Mar
02

WADOWW..10 orang tewas sia-sia gara2 menyaksikan konser musik aliran punk yang digelar di gedung Asia Afrika Cultural Center Bandung. Penyebab tewasnya para korban ini masih simpang siur. Ada yg bilang tewas terinjak injak tp ada jg yg mengatakan krn minuman yg dibagi bagikan panitia. Namun yg pasti pihak kepolisian sekarang sedang melakukan otopsi untuk mengetahui penyebabnya. Puslabfor juga sudah melakukan identifikasi di lokasi kejadian.

Tragedi ini berawal dari digelarnya konser musik band Beside yg sekaligus meluncurkan album perdananya. Konser ini legal krn memang ada izin dari kepolisian. Nah kabarnya, di tengah2 konser panitia membagikan minuman pada penonton. Minuman itu ditenggarai mengandung sesuai krn setelah minum beberapa penonton jatuh pingsan.

Gara2 ada penonton yg pingsan, polisi menghentikan pertunjukkan itu. Maka penonton yg berjubel di dalam berebut keluar. Di sinilah terjadi saling dorong sehingga ada yg terinjak injak sehingga tewas.

by  : Muhammmad Rif’at Al-Razi, kelas 9A

Mar
02

tt

ternyata band-band punk asal Bandung banyak yang sudah meroket di dunia musik punk. contohnya adalah marjinal…. pada waktu itu saya sedang berada di Lombok… saat di Lombok,, di beberapa toko menjual pakaian-pakaian yang berlabel band punk… dan saya terkejut,, karena di dalamnya banyak terdapat nama-nama band punk asal koa bandung…. memang band-band asal bandung sudah berlalu lalang mengelilingi nusantara.. bahkan dunia..

by : Muhammad Rif’at Al-Razi, kelas 9A

Feb
27

besok di GOR dekat Stadion Si Jalak Harupat akan diadakan konser besar punk… mulai jam 11.00 WIB….

konser ini bertajuk “THE DREAM OF PUNK”….. bintang tamunya adalah DISLAW, TURTLES JR, TCUKIMAY, dan bintang2 terkenal lainnya…. bahkan kedatangan tamu dari luar negeri, yaitu TOTAL CHAOS….

jgn lupa utk menyaksikannya…..

SALAM PUNK……

by : Muhammad Rif’at Al-Razi, kelas 9A

Feb
27

Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.

Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.

Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.

Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.

Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.

By : Muhammad Rif’at Al-Razi, kelas 9A
Nov
28

hai kawan, para owner blog ini,. mari kita sukseskan blog ini menjadi sebuah blog yang maju yang dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Indonesia…
ku kituna, hayu urg isian deui ku warta warta jeung sajabana….

Mar
02

Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.

CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.

Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.

CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, shopie martin, darbost dan barang bermerek luar negeri lainnya.BY MERYANA TEJAKUSUMAH 8A

Feb
28

Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama.
Salah satu dari kelompok tersebut yang akan kita bahas adalah kelompok “Punk”, yang terlintas dalam benak kita bagaimana kelompok tersebut yaitu dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas dengan anting-anting. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri. “Punk” hanya aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing individu. Motto dari anak-anak “Punk” itu tersebut, Equality (persamaan hak) itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung didalamnya. “Punk” sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”..

“Punk” yang berkembang di Indonesia lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Dengan gaya hidup yang anarkis yang membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Namun kenyataannya gaya hidup “Punk” ternyata membuat masyarakat resah dan sebagian lagi menganggap dari gaya hidup mereka yang mengarah ke barat-baratan. Sebenarnya, “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”
Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka. Begitu juga dengan celana jeans super ketat yang dipadukan dengan baju lusuh, membuat image yang buruk terhadap anak “Punk” yang anti sosial.
Anak “Punk”, mereka kebanyakan di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tatacara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Gaya “Punk” merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif. Gaya hidup “Punk” mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak “Punk” yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak “Punk” adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas dan pengguna narkoba.
Awalnya pembentukan komunitas “Punk” tersebut terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orangpun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, “Punk” berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya anak “Punk” adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” banyak yang mempunyai kepedulian sosial yang sangat tinggi.
Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”, beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri.

Oleh : Aep Maulana

Kelas: IX A

Feb
28

PERKEMBANGAN PUNK DI INDONESIA

Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama.
Salah satu dari kelompok tersebut yang akan kita bahas adalah kelompok “Punk”, yang terlintas dalam benak kita bagaimana kelompok tersebut yaitu dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas dengan anting-anting. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri. “Punk” hanya aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing individu. Motto dari anak-anak “Punk” itu tersebut, Equality (persamaan hak) itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung didalamnya. “Punk” sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”..

“Punk” yang berkembang di Indonesia lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Dengan gaya hidup yang anarkis yang membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Namun kenyataannya gaya hidup “Punk” ternyata membuat masyarakat resah dan sebagian lagi menganggap dari gaya hidup mereka yang mengarah ke barat-baratan. Sebenarnya, “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”
Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka. Begitu juga dengan celana jeans super ketat yang dipadukan dengan baju lusuh, membuat image yang buruk terhadap anak “Punk” yang anti sosial.
Anak “Punk”, mereka kebanyakan di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tatacara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Gaya “Punk” merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif. Gaya hidup “Punk” mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak “Punk” yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak “Punk” adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas dan pengguna narkoba.
Awalnya pembentukan komunitas “Punk” tersebut terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orangpun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, “Punk” berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya anak “Punk” adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” banyak yang mempunyai kepedulian sosial yang sangat tinggi.
Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”, beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri.

Oleh: Aep Maulana

Kelas: IX A

Feb
28

Kacaritakeun dihiji poe juma’ah, dimana jamaah muslim lalaki solat juma’ah (juma’ahan). “Waktos lohor kanggo dinten ieu tabuh dua belas kirang lima belas menit, kukituna kanggo saderek juma’ah supados dongkap ka masjid enggal-enggal.”,ceuk saurang pupuhu lembur ngumumkeun kana toa (panarik sora).

“Waktos adan lohor kantun sakedap deui, kukituna mangga ka muadzin atanapi saha bae nu bade adan supados ka payun nyaketan  mimbar.”, sambung pupuhu. Tapi, saentos di antosan sababaraha menit, teu aya wae anu maju teh, ari basana mah Rudi bae nu sok adan di eta masjid, dumeh Rudi aya kaperluan, Rudi jumaahan di masjid RW 02, sabab masjidna RW 02 mah aya pasar jum’atna. Sakabeh jamaah  patuduh-tuduh nitah adan ka batur, tapina euweuh anu daek.

Jol beh saurang lalaki nu awakna pinuh ku rante, beungeutna pinuh ku tindik, buukna di beureuman persis siga gulali, ari pek teh si Ubi, salah sahiji sobat urang di pasantren. Maju ka hareup nyampeurkeun mik, rek adan sigana mah. Padahal asa titingalieun mah si Ubi teh sare ti tatadi nyarande na tembok. Ubi maju, ngalengkahan bapa-bapa , euweuh kasopanan pisan.

Bapa-bapa arolohok ningalikeun si Ubi nyekel mik. “Allahuakbar-Allahuakbar”, si Ubi adan. Kabeh jamaah ararolohok, sawareh deui nembalan adanna si Ubi, “Eta budak teh keur mabok kitu?”, ceuk saurang bapa-bapa teh, “ Heueuh meureun budak teh, mani ngobog ktu dangdananna”, tembal bapa-bapa nu di gigireunnana. Ubi geus beres adanna, ceuk Mas Bardi, “Ubi, naha ari maneh eling heunteu?”, Mas Bardi teh salah sahiji tatanggana Ubi, Mas Bardi ka wanoh ku kawanina. “Aing atuh anak Haji Amin, adan hungkul mah citek, hesean keneh neang awewe geulis dari pada adan mah, sok atuh anu ngarasa geulis gera datang ka imah kuring ditungguan ku kuring, “Aduh, eta si Ubi ngapromosikeun diri kana toa di masjid, nya langsung atuh jamaah saeusi masjid teh sareuri. Lain jamaah saeusi masjid hungkul nu ngadangu teh, tapi kadangu nepi ka dua lembur di wilayah eta teh.

Ubi balik jumaahan langsung ka imah, di imah bapana geus ngajentul na lawang panto bari nyekelan sapu nyere, sigana mah rek diteunggeulkeun. Bener weh saacan nincak teras, si Ubi langsung dihajar ku sapu nyere, persis siga bangsat nu maling popoean. “Sia teh ngera-ngerakeun wae ngaran kolot, mantog siah ti dieu!”, bapan ngambek, “Heueuh sia ngeunaheun adanna, tapi omongan sanggeus adan nu matak nyerikeun”, sambung bapana rada leuleus, “Matakna robah gera hirup teh, ambeh payu maneh teh, matak moal jadi bujangan lapak.”, sambung indungna.

Si Ubi hirupna robah, jadi persis teh anakna haji. Tuntungna Ubi nikah jeung saurang kembang desa anak lurah.

Amanat : Tong ngannggep wae budak galting (gaul teuing)negatif. Tapina dibalik kakurangannana aya  leuwihna contona wae si Ubi, najan dandanan siga jeger, tapi sora adanna meni ngeunaheun.

Ditulis Oleh : Andi Riandy

IX A